Minggu, 24 Mei 2009

Apakah transplantasi Organ Di benarkan???

Kasus
Tuan “S” umur 45 tahun di rawat di ruang bedah RSUP. Dr Wahidin Sudirohusodo dengan gagal ginjal kronik. Penyakit ini sudah diderita sejak 2 tahun yang lalu. Kondisi klien semakin memburuk ditandai dengan adanya peningkatan kadar ureum darah dan penurunan kadar albumin yang menyebabkan mual, muntah, kelemahan serta edema pada klien. Dokter menyarankan agar Tuan “S” melakukan cangkok (donor) ginjal untuk menyembuhkan dan memulihkan penyakitnya. Masalah etik yang muncul adalah apakah organ donor bisa diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor untuk hidup sehat dan sempurna, apakah kita tidak berkewajiban untuk menolong orang yang membutuhkan padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah si penerima berhak untuk mendapatkan organ orang lain, bagaiman dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan kode etik profesi?, bagaimana dengan organ orang yang sudah meninggal, apakah diperbolehkan orang mati diambil organnya?
Pembahasan
Banyak sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap klien yang membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF (chronic Renal Failure), ginjal dari donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima (recipient). Semua penelaahan donor organ harus diteliti dengan kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar hukum atau pakar ilmu sosial. Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut. Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok antara donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan dengan isu mati klinis dan informed consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar dikemudian hari tidak ada masalah hukum. Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat hukum dan undang-undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di luar negeri sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapur, China atau Hongkong. Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi. Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
  1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko bagi donor.
  2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege: Untuk tipe ini pengambilan organ donor memerlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu pernafasan khusus . Alat bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai. Penentuan kriteria mati secara yuridis dan medis harus jelas. Apakah kriteria mati itu ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi otak?, masalah etik ini harus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari dokter tidak digugat sebagi pembunuh berencana oleh keluarga bersangkutan sehubugan dengan praktek transplantasi itu.
  3. Donor dalam keadaan mati; Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secra medis dan yuridis.
Dalam pandangan etik normatik (yang bersumber dari agama), transplantasi organ tubuh termasuk masalah ijtihad, karena tidak terdapat hukumnya secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunah. Masalah ini termasuk masalah kompleks yang harus ditangani oleh multidisipliner (kedokteran, biologi, hokum, etika, agama). Pandangan keperawatan Islam terhadap tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat seperti mata, ginjal, jantung, kornea mata, sangat dilarang hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-baqarah ayat 195 “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. “menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”. Artinya menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yabg berakibat fatal bagi dirinya tidak diperbolehkan. Pandangan keperawatan islam terhadap donor tipe 2 ; apabila pencangkokan pada mata, ginjal, jantung, dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang karena ia telah membuat mudarat kepada donor yang menyebebakan mempercepat kematiannya. Hal ini sesuai dengan Hadist Riwayat malik : “Tidak boleh,membuat mudarat pada dirinya dan tidak boleh membikin mudarat pada orang lain”. Apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari donor yang telah meninggal atau tipe 3, secara yuridis dan klinis, maka Islam membolehkan dengan syarat :
  1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama
  2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
  3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk memperjual-belikan

1 komentar: